Tuesday, February 09, 2010

Materi Kuliah ke-5 Wisata Hati oleh Ustadz Yusuf Mansur

Semua Ada Waktu, Semua Ada Akhirnya

Sebagaimana malam yang segera akan berakhir dan berganti dengan pagi. Segala sesuatu juga ada akhirnya. Termasuk segala permasalahan yang kita hadapi. Ia ada ujungnya. Amal saleh kitalah yang mempercepat perjalanan itu..

Ada kisah seorang ibu muda. Sebut saja T. Beliau memproses perceraiannya sejak tahun 2001. Gak selesai-selesai. Alih-alih berharap bisa bercerai cepat supaya bisa memulai hidup baru, eh malah beberapa ujian kehidupan muncul. Ibunya menyuruhnya bersabar. “Semua ada waktunya”, begitu nasihat ibunya.
Setelah sekian tahun, ia diberitahu ibunya agar bersedekah dengan apa yang ia punya. Sedekah yang besar. Bersedekahlah ia.
Dua tahunan terakhir, ia perbaiki hidupnya. Bila sebelumnya ia belum berjilbab, ia lalu berjilbab dan memperbanyak taubat. Ia usahakan sering mendatangi pengajian. Kegiatan-kegiatan sosial ia ikuti. Ia lupakan persoalan perceraiannya. Ia segarkan hidupnya dengan Karunia Allah yang lain. Dan memang, banyak manusia yang gara-gara secuplik drama kehidupannya yang tidak enak, lantas kemudian membuat matanya tertutup dari Karunia Allah yang sesungguhnya masih teramat besar. Kesusahan hidup, ga sebanding dengan Karunia Allah berupa “hidup” itu sendiri.
Dan akhirnya waktu yang ia tunggu, tiba. 2 tahun sejak ia bersedekah sesuatu yang besar, ia mendapatkan keputusan cerai. Sepertinya tiba-tiba, dan berproses dengan sangat mudah. Beda sekali dengan waktu-waktu sebelumnya.
Yang luar biasa, mantan suaminya ini memberinya uang yang sangat besar. Ia mengaku tersentuh dengan ketabahan mantan istrinya, dan ia meminta maaf tidak bisa mengurus anaknya. Sebagai kompensasinya, suaminya ini memberi uang nyaris 1 milyar dari hasil tabungannya pasca bercerai. Bukan harta gono gini. Mantan suaminya hanya minta diikhlaskan segala kesalahannya. Yang membuat ibu T ini agak berdebar dengan cara kerja Allah, mantan suaminya ini bercerita, tabungan yang nyaris 1 milyar tersebut adalah tabungan 2 tahun terakhir. Masya Allah, suaminya ini “bekerja” sebab diatur Allah. Yang mana hasil kerjaannya itu adalah buah sabar dan sedekahnya.
Dalam satu kesempatan, si ibu T ini bercerita, barangkali kalau dulu Allah mengabulkan kehendaknya, maka ia mendapatkan hak cerai, tapi tidak mendapatkan uang 1 milyar. Hari gini, uang 1 juta saja besar sekali, apalagi 1 milyar.
Saya mengatakan, ya, itulah buah dari dukungan ibunya, buah dari kesabarannya dan hasil kemudahan dan berkah dari sedekahnya… Dan benarlah juga keyakinan orang-orang tua dulu, kalau udah waktunya, ya waktunya. Sebagaimana orang-orang tua yang mengajarkan, kalau udah rizkinya, ya rizkinya.
Kadang saya berpikir ya, andai kita tidak melakukan banyak hal, asal kita perbaiki saja hidup kita, cara kita hidup, dan memaknai ulang hidup kita untuk lebih lagi beribadah kepada Allah dan bermanfaat untuk sesama, rasanya hidup kita akan benar dengan sendirinya. Keinginan kita juga akan terjawab dengan sendirinya. Dan masalah akan selesai dengan sendirinya.
Tapi ya setelah dipikir-pikir lagi, engga juga disebut “tidak melakukan apa-apa” bagi mereka yang memperbaiki dirinya. Karena itulah ikhtiarnya. Sama dengan ketika saya menyebut ikhtiar bagi mereka yang bermasalah adalah taubat dan memperbanyak amal saleh. Ada kemudian yang protes, harus tetap ada ikhtiarnya. Saya menyebut, sudahlah, ikhtiarnya ya itu: taubat dan amal saleh (memperbaiki shalat, menambah shalat-shalat sunnah, membaca al Qur’an, sedekah, dll). Sebab nyatanya, tidak gampang loh untuk bisa bertaubat dan beramal saleh. Kalaulah Allah tidak memudahkan jalan, maka jalan menuju pertaubatan dan amal saleh tidak akan mudah jalannya.
Belajar dari kasus perceraian berkahnya Ibu T di atas, apa kira-kira yang bisa dipetik oleh Para Peserta KuliahOnline? Ketika ceramah esai ini saya sampaikan langsung, ada yang bertanya, apakah bisa selesai dalam 2 tahun juga apabila Ibu T ini tidak melakukan sesuatu? Lalu yang bertanya ini menjawab sendiri, kayaknya engga ya? Barangkali sedekahnya itu yang mempercepat. Yang lainnya menjawab, keikhlasannya yang mempercepat. Sebab sebelumnya ia tidak ikhlas menerima perceraian itu. Dan yang lainnya itu menjawab, doa ibunya yang juga turut membantu percepatan perceraiannya dan kemudian juga mendapatkan berkah uang 1 milyar.
“Perjalanan waktu” bisa dipercepat atau menjadi lambat, salah satunya adalah karena keyakinan kita sendiri kepada Allah, dan amal keseharian kita. Hakikatnya, kalau kita selalu merasa ditemani Allah, maka sesungguhnya tidak akan pernah ada masalah buat kita. Bukankah yang kita cari di dunia ini adalah kedekatan diri dengan Allah? Kalaulah kita harus mendekatkan diri kita melalui pintu masalah, rasanya itulah berkah buat kita.

***
Tidak ada yang datang kepada Allah,
kecuali Allah pun datang kepadanya.
Ada yang berharap ketika ia datang kepada Allah, maka Allah betul-betul datang kepadanya. Datang dengan segenap pertolongan dan kebaikan Allah. Dan Allah pasti datang. Tapi memang Kehendak-Nya, bukan kehendak kita. Kita hanya bisa memohon, bukan memaksa. Kita hanya bisa meminta, bukan mengatur.
Selain Ibu T di atas, adalah Zaidi. Ia bercerita, ia tidak “nyampe-nyampe”. Ia mendekati Allah dengan harapan dan doa agar Allah mau membayarkan hutangnya. Segala riyadhah ia tempuh. Namun serasa tumpul benar. Maksudnya, hutangnya tetap ga kebayar-bayar. Sama saja seperti dengan tidak datang kepada Allah. Malah datang ujian-ujian baru kepadanya setelah sekian bulan mendisiplinkan riyadhah. Seakan-akan membenarkan pandangan bahwa kalau mendekatkan diri kepada Allah, ujiannya akan banyak.
Zaidi bertanya seperti yang lain bertanya: Koq mengapa tanda-tanda bisa kebayar hutang belum muncul juga? Koq ujian hidup bertambah berat? Koq Allah kayak mengabaikan dia?
Saya menyodorkan beberapa jawaban.
Pertama, Allah sedang berkenan menyegerakan segala akibat buruk, dengan jumlah takaran yang sebenernya sudah dikurangi jauh dari yang semestinya diterima. Biar bagaimana, akibat buruk harus diterima. Inilah keadilan-Nya. Jika tidak mau akibat buruk diterima setara dengan keburukan yang harus diterima, maka bertaubat adalah jawabannya. Taubat yang sempurna. Yang serius. Juga amal salehnya harus hebat. Kalau tidak setara, tetap harus ada yang dibayar.
Yang begini ini, kurang disadari oleh seseorang. Katakanlah ia pernah berzina. Sedang berzina itu “kontrak susahnya” harus 40 tahun. Atau malah katakanlah ia berzina dalam keadaan ia menjadi suami atau istri dari seseorang. Hukumannya bagi yang berzina dan ia dalam keadaan menikah, adalah hukuman mati. Bayangkan jika sebenernya Allah masih kasih ia kehidupan. Andai pun sepanjang hidup ia pakai untuk pertaubatan, dan penderitaannya ia terima sebagai satu kepatutan yang menggugurkan dosanya, adalah wajar juga kayaknya. Dan itulah Allah. Allah Maha Pengasih Maha Penyayang. Ia hukum hamba-Nya dengan memperhatikan segala kebaikan diri orang itu dan diri orang-orang di sekeliling orang itu. Ada yang Allah ringankan sebab ia punya anak yatim. Ada yang diringankan sebab ia pernah membantu seseorang. Ada yang diringankan sebab istrinya mendoakan tanpa henti. Ada yang diringankan sebab orang tuanya senantiasa memanjatkan doa untuknya. Ada yang diringankan sebab anaknya sedang menuntut ilmu. Dan banyak lagi pertimbangan Allah yang tidak kita mengerti kecuali hanya dengan jalan husnudzdzan kepada-Nya. Baik sangka kepada-Nya.
Maka jawaban yang berikutnya dari pertanyaan Zaidi di atas adalah justru seputar dosanya sendiri. Bagaimana dosanya dia sebelum akhirnya kemudian berjalan menuju Allah, menuju pertolongan-Nya? Tanyakan dengan jujur. Bila memang dosanya banyak sekali, ya wajar saja kan? Ibarat tagihan dari amal keburukan, amal-amal kebaikan kayaknya buat bayar dulu keburukan-keburukan yang ia lakukan selama itu.
Bisa juga dikaitkan bahwa Allah Maha Tahu. Nikmatin saja dulu “kedekatan” diri dengan Allah, dan pembiasaan ibadah tersebut. Jangan-jangan, kalau Allah mempercepat ia selesai dari masalah, malah nanti ga bisa istiqamah lagi ibadahnya. Keburu sibuk lagi, dan keburu lupa lagi. Akhirnya, malah bermasalah lagi.
Anggap saja, ibadah dan disiplin ibadahnya ini sebagai latihan keistiqamahan. Apabila nanti hutangnya sudah terbayar, atau ia sudah kembali menjadi pengusaha yang sakses, ia bisa tetap memelihara dhuhanya, bisa memelihara sunnah-sunnah qabliyah ba’diyahnya, bisa memelihara seluruh amalan-amalan wajibnya. Hingga ia bisa menempatkan Allah jauh di atas dunia yang ia cari, yang ia kumpulkan. Ini kan jadi semacam Training-Camp buat dia.
Belum lagi soal bala, soal keburukan, dan soal kematian, andai ini bisa dijadikan jawaban yang ketiga. Maksudnya, harusnya ia keluar dari masalahnya, hidup enak dan bahagia dengan amal-amal salehnya. Namun, ia berumur pendek, dan ada bala yang lebih besar yang bakalan datang. Lalu dua hal ini dihapuskan oleh Allah. Bila menyadari hal ini, tambahin saja lagi load kebaikannya. Jangan ragu menambah vomue ibadah. Makin kenceng ujiannya, makin kenceng ibadahnya. Makin keras angin masalah yang menerpanya, makin sungguh-sungguh ibadahnya. Jangan justru malah surut.
Jawaban yang ke-empat, ada derajat yang lebih tinggi yang Allah siapkan untuk dirinya. Ya, banyak yang lebih naik kehidupannya setelah kesusahan demi kesusahan ia alami. Ada lebih banyak karunia Allah yang bakal diterima setelah kesulitan hidup yang dihadapinya. Saya pribadi menyadari bahwa sungguh, ada karunia Allah yang teramat besar di balik segala rupa kesulitan dan permasalahan hidup yang dihadapi. Pada permulaannya, ia hanya butuh keikhlasan menerima hidup ini apa adanya, memperbanyak syukur, berpikir positif, dan kemudian menumbuhkan iman dan memperbanyak amal saleh.
Dunia, bila terlalu dikejar, juga tidak akan mampu memberikan apa-apa. Dan lagian, setiap perjalanan, termasuk perjalanan mencari solusi, pasti ada akhirnya. Insya Allah jawaban akan Allah berikan. Baru saja beberapa bulan kan? Belum beberapa tahun? Atau katakanlah, baru beberapa tahun. Belum bertahun-tahun. Sedang kalau kita ingat dosa kita, sudah berapa tahun kita kerjakan? Jangan-jangan sepanjang kita hidup, mulai dari akil baligh sampe sekarang ini, hidup kita banyak bener dosanya. Belum sebanding sama amalan ibadah kita.
Percayalah, setiap perjalanan ada akhirnya. Hanya karena bebannya berat saja, perjalanan kita cenderung seperti lambat. Tapi, lambat pun, tetap berjalan. Sesungguhnya tidak diam di tempat. Asal kita terus berjalan. Tidak berhenti.
Sekali lagi, kejar saja perjalanan waktu dengan amal saleh, dan tetap husnudzdzan kepada Allah. Tetap positif kepada Allah.
Sampe ketemu di esai perkuliahan tauhid berikutnya. Kepada Allah juga kita memohon agar Allah bukakan terus mata hati kita tentang Kebesaran dan Kekuasaan-Nya. Baarokawloohu lanaa. Amin.

Monday, February 01, 2010

Materi kuliat tauhid ke-4 wisata hati oleh Ustadz Yusuf Mansur

Amal Tabungan

Bagi yang cepat dikabulkannya, barangkali sebab ia sudah punya duluan amal tabungannya, hingga kemudian Allah menganggapnya cukup amal untuk hajat yang diinginkannya.
Peserta KuliahOnline yang dirahmati Allah. 3 esai sudah Saudara-saudara semua pelajari. Ada yang barangkali berkernyit, “Koq belajarnya se-emprit se-emprit, sedikit sedikit?”. Ada yang merasa sedang diburu waktu, lalu karenanya dia memilih materi Kuliah Terapan Sedekah. Dan karena pintu materi itu masih ditutup kecuali menyelesaikan Kuliah Tauhid ini dulu, mereka tidak bisa mengakses dulu Kuliah Terapan tersebut. Ada yang enjoy saja dengan cara penyajian yang seperti ini. Ga masalah. “Memang belajar itu mesti pelan-pelan”, begitu kata sebagian yang setuju.
Lepas dari itu semua, saya meyakinkan diri saya, kawan-kawan Pengelola KuliahOnline, dan peserta semua, bahwasanya sungguh, jika Kuliah Tauhid ini saja diikuti, diresapi, dan dijalankan pelan-pelan, insya Allah Kuliah Tauhid ini sudah lebih dari cukup.
Insya Allah sedang dalam proses editing audio penyerta yang berjudul: “Kenapa Harus Khawatir Padahal Ada Allah? Audio tausiyah pencerahan ini merupakan rekaman ketika saya berceramah di perusahaan Toshiba – Tambun. Saat itu ada satu unitnya yang mau ditutup, dan adik saya ada di sana. Bahagian dari salah satu karyawan yang menghadapi kemungkinan PHK.
Karyawan-karyawannya gelisah. Lalu mereka dikumpulkan serikat pekerjanya, dikumpulkan kawan-kawan Rohis nya, untuk diadakan semacam pencerahan agar tidak gelisah, tidak khawatir dan tidak takut. Dan sebaliknya, bersemangat untuk berdoa agar Allah memberikan Petunjuk-Nya dan Pertolongan-Nya.
Alhamdulillah, saat itu saya datang. Saya memberi materi Kuliah Tauhid. kuliah Iman. Saya yakinkan diri mereka semua, bahwa rizki itu bukan di tangan manusia. Bukan sebab mereka bekerja. Bukan sebab perusahaan itu beroperasi. Tapi lebih karena Allah mengizinkan semua itu terjadi. Bagi mereka yang sudah percaya bahwa Allah yang ada di balik semua kejadian, gampang. Tinggal datang kepada Allah, mengaku salah atas setiap perbuatan yang mengakibatkan ada nikmat-nikmat-Nya yang ditarik-Nya kembali, dan memohon ampun seraya berharap ada Keajaiban Allah dalam kehidupannya. File audio tersebut saya sertakan untuk Saudara-saudara semua. Mudah-mudahan selesai dalam 2-3 hari ke depan.
Dan kali ini, saya minta komentar dari peserta semua tentang 3 esai Kuliah Tauhid pendahuluan, termasuk esai yang sekarang ini. Silahkan diimel di imel nya Web Admin KuliahOnline. Atau, dibawa pas ketemuan darat (kopi darat) di Sekolah Daarul Qur’an Internasional di Kampung Ketapang. Sedianya tanggal 30 besok, sore, jam 16.00 ketemuannya. Bawa dah. Untuk sama-sama menjadi bahan pembelajaran. Komentari, kasih catatan-catatan, dan kita diskusikan bersama.
Ketika nanti saudara-saudara mendengar audio tausiyah yang berjudul: “Kenapa Harus Khawatir Padahal Ada Allah?”, Saudara akan mendengar pembahasan Kuliah Tauhid, Kuliah Iman. Saya berdoa semoga kita semua menjadi yakin bahwa HANYA ALLAH YANG MENGATUR SEGALA-GALANYA dan DIA BEGITU KUASA UNTUK MENGATUR YANG TERBAIK UNTUK SEGALA URUSAN KITA.

***
Para Peserta KuliahOnline yang berbahagia. Sesuai dengan janji dari ujung esai yang sebelumnya, bahwa kita akan membahas sedikit dari lanjutan kisahnya Ibu Yuyun. Yang lupa bagaimana kisahnya, lihat lagi ya kisah Bu Yuyun tersebut. Bahwa ia dalam satu malam bisa mendapatkan solusi bagi putranya yang mau masuk ke perguruan tinggi.
Buat saya, menarik sekali membahasa kisah tersebut. Kalau cerita itu saya penggal hanya di hari itu, maka kesannya memang adalah doanya Bu Yuyun DIKABUL ALLAH DALAM SEHARI SEMALAM.
Ya, sorenya Bu Yuyun menerima khabar bahwa anaknya lulus. Lalu malamnya bangun malam bersama anaknya. Kemudian besoknya Allah menurunkan pertolongan lewat seorang paman yang menanggung biaya anaknya Bu Yuyun yang tidak lain adalah ponakannya.
Terlihat sangat Kun Fayakuun ya? Satu malam jadi. Satu malam selesai.
Jawabannya, bisa ya bisa tidak.
Bisa ya, sebab kita lagi belajar nih bahwa Allah itu Begitu Kuasa. Jangankan hitungan jeda satu malam. Tanpa ada jeda pun Allah bisa. Namun bukan belajar namanya kalau kita tidak mengupas lebih jauh lagi.
Coba lihat detail cerita sebelumnya:
Bu Yuyun, sebut saja begitu, punya anak semata wayang yang ia besarkan tanpa suami. Sejak putranya ini masuk SMA kelas 1, suaminya meninggal. Dari hari ke hari ia kuatkan batinnya bahwa ia tidak sendirian dalam membesarkan anaknya. Ia bersama Allah. Allah selalu menemaninya. Ini yang ia yakini. Saban shalat ia berdoa agar diberi kemampuan membesarkan anaknya dan memiliki rizki yang cukup.
Lihat, nampak Bu Yuyun datang ke Allah, jauh-jauh hari sebelum anaknya dinyatakan lulus. Bukan baru malam itu saja ia datang ke Allah. Sekali lagi, dari jauh-jauh hari.
Kita buka lagi lembaran esai kuliah sebelumnya yang belajar dari kisah Bu Yuyun. Saya kembali menukilkan sedikit:
Bu Yuyun berdebar-debar. Ia tahu, kalau anaknya lulus, ini masalah buat dirinya. Kalau anaknya tidak lulus, pun masalah buat dirinya juga. Tentu saja ia senang dapat masalah dalam bentuk anaknya lulus. Masalahnya tentu saja apalagi kalau bukan uang kuliah anaknya. Tapi segera ia banting sesuai dengan pengalamannya selama ini. Ada Allah Yang Maha Memberi Rizki. Dan ini yang membuatnya tenang.
Ia tahu bahwa Allah Maha Tahu. Kondisi ini sudah ia sampaikan ke Allah jauh-jauh hari, bahwa ia butuh biaya buat anaknya lulus. Dia yakin, Allah pasti akan memenuhi kebutuhan anaknya, dan atau memberikan yang terbaik. Ia malah bersemangat sekali untuk menambah kedekatan dirinya dengan Allah.
Dan ini yang kita perlu belajar. Bu Yuyun mendatangi Allah sejak pagi-pagi ia mendapatkan masalah. Bahkan, sebenernya, jauh sebelum ia menghadapi persoalan biaya masuk anaknya ke perguruan tinggi ini, ia sudah berangkat menuju Allah. Ya, ia berdoa dan menitipkan kejadian-kejadian rizki di masa yang akan datang, sedari awal.
Bu Yuyun juga punya tabungan yang banyak sekali. Sementara insya Allah kalau melihat kepribadian dari story singkatnya, ia kelihatannya ibu yang salehah, yang sedikit dosanya.

***
Beda Bu Yuyun, beda pula dengan kita. Kebanyakan kita, mendatangi Allah, setelah kita mendapatkan masalah. Atau ketika kita ada keperluan. Meskipun mendatangi Allah, atau mendekatkan diri kepada Allah lewat pintu ini – pintu masalah dan hajat – adalah diperbolehkan (bahkan dianjurkan), namun sering membuat tauhid orang suka rusak.
Rusak bagaimana? Andai Allah tidak segera mengabulkan, maka ia akan putus asa. Ia cenderung marah-marah, dan bahkan tidak sedikit menyalahkan orang yang menasihatinya.
Saya sering juga “disesali” orang. Ketika saya suruh seseorang bersedekah, lalu ia bersedekah di pertemuan pertama, dan ia tidak mendapati pertolongan Allah segera datang kepadanya, saat itulah tidak sedikit saya kemudian “disesali” oleh orang tersebut. Bahkan tidak jarang saya “diadili” dan “dipergunjingkan”. Padahal andai ia terusin ngajinya, ia lengkapi lagi pengetahuannya, dan ia sabarkan dirinya, insya Allah sedekahnya akan bekerja, ibadahnya akan bekerja.
Dengan belajar esai-esai Kuliah Tauhid, saya kepengen kita semua bergerak menuju Allah. Tidak ada yang pernah terlambat mendatangi Allah, hingga ia meninggal dunia. Sedang, meskipun sudah meninggal dunia, Allah masih berbaik-baik sama kita, dengan terus menyuburkan amal kebaikan kita ketika di dunia hingga saatnya nanti kita dihadapkan dengan Hari Hisab.

***
Sebagai penyerta KuliahOnline, saya sertakan juga Program Riyadhah 40 Hari. Semacam pesantren personal bagi setiap individu yang bertujuan menjaga rutinitas/keistiqamahan ibadah selama 40 hari. Insya Allah akan diberitahu di esai-esai berikutnya. Tunggu saja.
Nah, kelak, bagi yang ikut serta Program Riyadhah 40 Hari, saya betul-betul meminta jamaah yang ingin ikut, membuka diri akan Kebesaran Allah, dan masuk ke program riyadhah dalam kepercayaan penuh dan masuknya juga dengan kekuatan penuh. Namun, sebelum itu, saya meminta kawan-kawan shalat taubat dulu seraya memohon ampun atas segala kesalahan yang barangkali belum sempat dimintakan ampunannya kepada Allah.
Sungguhpun demikian, tidak sedikit juga yang kemudian tidak menampakkan hasilnya, walaupun ia sudah menyelesaikan riyadhah di hari ke-40 nya. Dan sebaliknya, banyak juga yang kemudian mendapatkan berkah padahal ia belum menyelesaikan riyadhahnya. Mengapa? Banyak jawabannya. Dan insya Allah di lembaran-lembaran setelah lembaran ini, satu demi satu akan terkuak dengan izin-Nya.
Oh ya, barangkali ada yang ga paham apa itu riyadhah ya? Riyadhah itu exercises. Latihan-latihan. Latihan apa? Latihan ibadah. Ditulis, dicatet, dan dilihat detail eksekusi ibadahnya satu demi satu, hari demi hari, sampe hari ke-40. Dimulai dari tahajjudnya jam berapa? Berapa rakaat? Witirnya ada apa engga? Istighfar di waktu sahurnya? Baca Qur’an di penghujung malamnya? Shubuhannya di masjid apa engga? Dan amalan-amalan yang diperlukan cek-lis nya secara jujur. Mirip seperti anak SD yang membawa buku Ramadhan yang harus ditandatangani oleh ustadz-ustadznya.
Namun satu hal yang saya mau jadikan pembelajaran buat diri saya pribadi. Bahwa ketika saya pribadi masuk dan mendekatkan diri kepada Allah, saya kudu sadar, saya pun lama sekali meninggalkan Allah atau lama sekali tidak memperhatikan Allah sepenuh-penuhnya perhatian. Lalu, masakan ketika baru masuk sudah mau minta diperhatikan dan dijawab? Riangkan hati, bahwa mendekatkan diri saja kepada Allah, sudah merupakan satu keberuntungan.
Sampe ketemu di esai berikutnya. Kita berdoa untuk diri kita, keluarga kita, dan bangsa kita, agar hanya Allah saja yang menjadi Tuhan kita. Jangan ada yang lain. Dan agar kita menjadi hamba-Nya yang baik, yang ringan mengerjakan amal saleh, berilmu dan bagus keyakinan dan imannya kepada Allah.